selamat datang di blog LADESTA,,,,,,,,,,,,,,, ini adalah salah satu blog Alumni PP. Nurul Haramain NW Narmada maaf jika dalam blog ini banyak kekurangan dan belum sempurna,,,,,,
Friday, June 1, 2012
MUKJIZAT, KEIMANAN DAN CINTA (Muhammad s.a.w, Zainab dan Abu Al'ash)
Dibalik kegemilangan kemenangan perang Badar, ada isak tangis paling
memilukan dari hamba Allah yang paling dimuliakan saat itu, Muhammad
Rasulullah.
Saat itu, perang telah usai dan satu demi satu
Rasulullah s.a.w. mengesahkan proses pembebasan para tawanan perang
Badar yang telah membayar tebusan sesuai dengan keputusan musyawarah
yang mendukung pendapat sahabat Abu Bakar r.a. bahwa tawanan bisa
ditebus senilai seribu sampai empat ribu dirham, bila mereka tidak mampu
maka dapat diganti dengan mengajar membaca kepada beberapa orang muslim
Madinah.
Saat mengharukan terjadi ketika Rasulullah s.a.w.
meneliti barang tebusan berupa sebuah kalung. Lama sekali beliau
memandangi kalung itu dengan wajah pucat dan kelihatan sangat memilukan,
para sahabat mendengar rintihan beliau: "ini kalung Khadijah binti
Kwailid". Tak ada satu orang pun yang saat itu tidak mengenal Khadijah,
istri paling dimuliakan Rasulullah yang telah menyelamatkan Rasulullah
dan Islam sekaligus dari kedurjanaan kafir Qurays dengan tenaga, harta
dan jiwa beliau.
Kalung itu, dari sisi harganya belum menyamai
secuil dari apa-apa yang telah diberikan Khadijah kepada Ummat Islam.
Hanya nilainya yang bagi Rasulullah teramat dalam. Kalung itu adalah
hadiah Khadijah kepada Putri pertama mereka terkasih, Zainab Binti
Muhammad dengan seorang pemuda Quraiys, putra Rabi' pamanda Khadijah
sendiri. itulah Abu Al'Ash yang terhormat, tampan dan otak perniagaan
Makkah.
Konon Abu Al'Ash dengan segala keberanian dan
kejujurannya mendatangi rumah tangga Rasulullah dan berkata tegas:
"Wahai Pamanku, aku ingin menikahi Zainab untuk seumur hidupku".
Khadijah yang sejak lama mengharapkan bahkan hendak melamar Abu Al'Ash
untuk Zainab sebagaimana beloiau sendiri telah melamar Rasulullah,
ternyata kini dialah yang lebih dahulu datang. Itulah sebabnya kalung
yang kini berada di tengan Rasulullah itu dihadiahkan kepada kedua
mempelai sebagai tanda kesuka-riaannya. Air mata Rasulullah terus
berlinan.
Beliau juga terkenang saat-saat hijrah dimana Zainab
harus tinggal di Makkah menunggui suaminya Abul Al'Ash yang tidak
mendapat hidayah. Seandainya hidayah dapat diberikan atau mungkin
dipaksakan pastilah beliau memberikannya kepada Abu Al'Ash agar Zainab
dapat turut serta berhijrah ke Madinah. Mukjizat Rasulullah, cinta
Zainab dan ibundanya Khadijah tidak melembutkan qalbu Abu Al'Ash untuk
beriman. Titik titik air mata Rasulullah terus terlihat berjatuhan oleh
para sahabat yang tidak tahu menahu apa sebenarnya yang sedang terjadi.
Sembari mengangkat kalung itu Rasulullah berseru kepada para shahabat:
"Ini adalah kalung milik Zainab binti Muhammad, dikirimkan untuk menebus
suaminya. Jika kalian membebaskan Abu Al'Ash dan mengembalikan kalung
ini kepada Zainab, sungguh aku sangat bersyukur, namun jika tidak maka
akupun menerimanya dengan ikhlas. Terserah kalian". Para shahabat tanpsa
satupun yang keberatan berseru: kami setuju kalung itu dikembalikan
kepada Zainab dan Abu Al'Ash dibebaskan. Duhai durjana-nya orang yang
menuduh Islam sebagai Agama paksaan. Mengapa mereka tidak melihat
peristiwa ini dengan arif dan bijaksana?
Abu Al'Ash dipanggil
oleh Raulullah dan berkata kepadanya: "Wahai suami dari putriku, putra
Qurays anak paman Khadijah. Telah turun wahyu kepadaku bahwa istri
muslimah tidak halal bagi suaminya yang kafir, maka kirimlah Zainab
kepadaku". Abu Al'Ash berjanji akan melakukannya setelah sampai kembali
ke Makkah.
Banyak riwayat yang menceritakan bagaimana heroisnya
perjalanan Zainab ketika diantarkan ke Madinah oleh adik Abu Al'Ash
bernama Amr bin Rabi' atau saudaranya yang lain Kinanah bin Rabi'.
Zainab saat itu sudah menghabiskan segala cara agar Abu Al'Ash menerima
hidayah tapi dia tidak berhasil. Suami yang sangat dicintainya itu tetap
mengatakan Tidak. Tidak ada yang tahu faktor apa dibelik itu.
Zainab dengan hati remuk redam meninggalkan Makkah dengan dua orang
bernama Ali dan Umamah dan seorang lagi di dalam kandungan yang kemudian
keguguran akibat ketakutan luar biasa saat dikepung oleh pengawal kota
Makkah yang telah ditugaskan untuk membunuh siapa saja yang pergi ke
Madinah.
Konon sesampai di Madinah, para sahabat hendak
menghibur Rasulullah dengan melamar Zainab. Rasulullah tetap meminta
izin Zainab dan yang dimintai izin selalu menjawab: "Ayahanda, aku tetap
mengharapkan Abu Al'Ash mendapatkan hidayah dan kembali kepadaku".
Rasulullah tidak berdaya memaksanya. Enam tahun lamanya Zainab menjanda
di Madinah dan selama itu pula Abu Al'Ash menduda di Makkah.
Enam tahun setelah peristiwa Perang Badar, tepatnya awal tahun ke 8
Hijrah menjelang Fathu Makkah. Seperti biasa Abu Al'Ash selalu dipercaya
memimpin kafilah dagang ke dan dari Syam dengan membawa seratus ekor
unta penuh muatan diperkuat oleh seratus tujuh puluh pasukan. Pada saat
itu suasana Makkah dan Madinah sedang genting memuncak karena Kaum
Qurays melanggar perjanjian damai dengan membantu bani Bakr (Yahudi
Madinah) bersekongkol melawan kaum muslimin. Dalam pertempuran hebat
kafilah Abu Al'Ash berhasil diringkus oleh pasukan pencegat pimpinan
Zaid bin Haritsah tapi nasib baik Abu Al'Ash bisa menyelinap dan
menyamar masuk kota Madinah dan menuju rumah Zainab di tengah malam
menjelang subuh.
Ditempat yang sama, Mihrab Rasulullah di
Masjid Nabawi namun berbeda tahun suara teriakan mencuat dari posisi
jamaah perempuan:
"Wahai manusia, aku Zainab binti Muhammad
menyatakan hakku untuk memberikan perlindungan kepada Abu Al'Ash yang
meminta perlindungan kepadaku".
Sebenarnya sudah merupakan
peristiwa biasa kalau seorang muslim memiliki hak untuk melindungi
siapapun yang disukainya. Tak seorangpun boleh mengganggunya setelah
itu. Namun kejadian ini kembali mengingatkan Rasulullah pada peristiwa
penebusan tawanan enam tahun lalu di tempat ini juga.
Selesai Solat Subuh, Rasulullah menanyakan kepada jamaah:
“Apakah tuan-tuan mendengar suara Zainab?“
Para shahabat menjawab, “Kami mendengarnya wahai utusan Allah“
Nabi berkata lagi:
“Demi Allah yang jiwaku dalam genggamannya. Saya tidak tahu apa-apa tentang hal ini, kecuali setelah mendengar teriakan Zainab“
Kemudian, Nabi mendatangi rumah Zainab dan berkata kepada putrinya tersebut,
“Hormatilah Abul ‘Ash! Akan tetaapi, ketahuilah! Engkau tetap tidak lagi halal baginya.“
Setelah itu, Nabi memanggil pasukan patroli Madinah yang telah
menyergap kafilah dagang Abul Ash, lalu beliau berkata kepadaa mereka:
“Sebagaimana kalian ketahui, orang ini (Abul Ash) adalah family kami.
Kalian telah merampas hartanya. Jika kalian ingin berbuat baik,
kembalikanlah hartanya. Itulah yang kami sukai. Akan tetapi, jika kalian
enggan mengenbalikan, itu adalah hak kalian karena harta itu adalah
rampasan perang dibrikan Allah kepada kalian. Kalian berhak
mengambilnya.“
Mendengar perkataan Nabi tersebut, para shahabat justru sepakat mengatakan:
“Kami kembalikan wahai ututsan Allah…”
Kini, mari kita nikmati paparan Kitab Usudul Ghobah [Singa-singa
belantara] karangan Abulhasan Ali ibnu Ali Alkarom tentang apa yang
dilakukan Abu Al'Ash ketika telah menerima pengembalian harta milik
kafilahnya dari pimpinan pasukan penjegal Zaid bin Haritsah, seperti
ini...
Ketika Abul Ash sampai di hadapan para shahabat Nabi, para shahabat berkata,
“Wahai Abul ‘Ash! Engkau adalah seorang bangsawan Quraisy. Engkau akan
dapat menikmati harta penduduk Makkah yang Engkau bawa ini. Tinggallah
bersama kami di Madinah“
Abul Ash menolak tawaran para shahabat seraya berkata:
“Usul kalian aku tolak. Aku harus membayar hutang-hutangku segera“
Lalu, Abu ‘Ash membawa kembali harta bendanya menuju Makkah. kemudian,
begitu ia sampai di Makkah, ia segera memabayarkan hutang-hutangnya
kepada setiap yang berhak menerimanya. Setelah itu, ia bekata kepada
penduduk Makkah,
“Hai kaum Quraisy! Masih adakah yang belum menerima pembayaran dariku?“
Para pemilik serta merta menjawab seruan itu,
“Tidak! Kami telah menerima pembayaran darimu secukupnya.“
Abul ‘Ash lalu berkata:
“Sekarang ketahuilah, aku telah aku telah membyar hak kamu
masing-masing secukupnya. Maka, kini dengarkan! Aku bersaksi bahwa tidak
ada sesembahan yang disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah. Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku
untuk menyatakan Islam kepada Muhammad ketika aku berada di Madinah,
kecuali kekhawatiranku kalau kalian menyangka, aku masuk Islam karena
hendak memakan harta kalian. Kini, setelah membayarnya kepada kamu
sekalian dan tanggung jawabku telah selesai, aku menyatakan masuk
Islam.”
Persis keberanian Umar bin Khattab ia meneruskan kata-katanya:
" Kini seperti yang kalian tahu aku sudah masuk Islam dan akan
berhijrah ke Madinah, barang siapa yang akan mencegahku maka aku siap
sedia meladeninya dimedan tempur di padang pasir sana"
Setelah
itu, Abul ‘Ash keluar dari Makkah untuk menemui Rasulullah Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam tanta ada yang bernyali untuk mencegahnya.
Mungkin karena kemuliaan atau kedermawanannya atau bisa jadi kaum
Qurays sudah mulai menyadari kelemahannya dan takut mendapat balasan
akibat pelanggaran perjanjian sebelumnya.
Rasulullah pun
menerima dan menyambut kedatangannya, serta menikahkannya kembali dengan
Zainab putrinya tercinta. Setahun setelah itu keharuan kembali
menyeruak dari rumah tangga itu dengan meninggalnya Zainab, maka Abul
'Ash menyempurnakan keimanan dan lebih sering terlihat mengiringi Ali
bin Abi Tholib termasuk mereka berdua bersama memberikan Bai'at kepada
Abu Bakar As-Shiddiq ra.
Satu nilai yang juga ingin saya
sampaikan dalam tulisan ini bahwa tuduhan yang mengatakan Rasulullah
hanya mencintai Fathimah dibanding putra putrinya lain adalah fitnah
belaka. Dan akhirnya semoga kita dapat memahami betapa pedih dan pilunya
ketika Iman dan cinta harus bertentangan. Semoga hal demikian tidak
terjadi pada kita dan keluarga kita yang lemah iman ini. Amin Allahumma
amiin.
No comments:
Post a Comment